Senin, 28 April 2014


  
 KARYA TULIS ILMIAH
PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM HAYATI DI DESA ADAT TENGANAN BALI



Disusun Oleh :
Yuninda Tri Noor Indahsari
( NIS. 5529 )


SMA NEGERI 1 BANGUNTAPAN
BANTUL
2014


HALAMAN PENGESAHAN

PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM HAYATI DI DESA ADAT TENGANAN BALI

Telah diketahui dan disetujui oleh pembimbing dan telah disyahkan oleh Kepala SMA Negeri 1 Banguntapan untuk memenuhi tugas Karya Tulis Ilmiah bidang Biologi.

Disusun oleh :
Yuninda Tri Noor Indahsari
(NIS : 5529)

Telah disetujui pada :
Hari, tanggal              : Sabtu, 29 Maret 2014
Tempat                     : SMA Negeri 1 Banguntapan






Mengetahui
Kepala SMA Negeri 1 Banguntapan                          Pembimbing,


Drs. Edison Ahmad Jamli                                          Dyah Esti Wardani         
 NIP. 195811291985031011                                  NIP.196810022005012005



KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Pengelolaan Sumber Daya Alam Hayati Di Desa Adat Tenganan Bali”  ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana.
Karya Tulis Ilmiah ini disusun sebagai salah satu tugas Outdoor Learning tujuan Bali mata pelajaran Biologi (Ilmu Pengetahuan Alam) yang dilaksanakan pada 6 s/d 10 Januari 2014.

Dalam kesempatan ini saya selaku penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1.       Bpk. Drs. Edison Ahmad Jamli selaku Kepala Sekolah,
2.       Ibu Dyah Esti Wardani selaku Guru Pembimbing (Biologi),
3.       Semua pihak yang tidak sempat kami sebutkan satu per satu yang turut membantu kelancaran dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam menyusun karya tulis ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi penyusunan, bahasan, ataupun penulisannya. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna sempurnanya karya tulis ilmiah ini. Penulis berharap semoga karya tulis ini bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Banguntapan, Maret 2014
                                                                                                Penulis




DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN.............................................................................. i
KATA PENGANTAR......................................................................................... ii
DAFTAR ISI....................................................................................................... iii
BAB. I Pendahuluan............................................................................................ 1
A.    Latar Belakang.................................................................................. 1
B.    Rumusan Masalah............................................................................. 3
C.    Tujuan Penulisan............................................................................... 3
BAB. II Tinjauan  Kepustakaan.......................................................................... 4
A.    Dasar Teori........................................................................................ 4
B.    Hipotesis Penulisan........................................................................... 6
BAB. III Pembahasan Hasil................................................................................ 7
A.    Deskripsi Objek................................................................................. 7
B.    Analisis Data..................................................................................... 9
BAB. IV Penutup................................................................................................. 13
A.    Kesimpulan........................................................................................ 13
B.    Saran.................................................................................................. 13
Daftar Pustaka..................................................................................................... 15
Gambar................................................................................................................ 16
Instrumen Kimia.................................................................................................. 20
Instrumen Biologi................................................................................................ 21
Instrumeen Fisika................................................................................................ 29
Instrumen Sejarah................................................................................................ 31


BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Dewasa ini lingkungan kita telah masuk dalam kondisi krisis. Eksploitasi manusia terhadap lingkungan tanpa memperhatikan daya dukung lingkungan serta kegagalan untuk memahami prinsip-prinsip ekologi dan konsekuensinya merupakan faktor utama penyebab masalah-masalah lingkungan. Salah satu bentuk krisis lingkungan yang saat ini kita alami adalah krisis lingkungan hutan atau degradasi hutan. Krisis lingkungan hutan atau degradasi hutan merupakan salah satu persoalan lingkungan yang saat ini semakin banyak mendapatkan perhatian. Degradasi hutan ini terjadi sebagai akibat dari aktivitas-aktivitas manusia yang sering kali mengeksploitasi hutan dan sumber daya yang terkandung di dalamnya tanpa memperhatikan daya dukung dan keberlanjutannya, seperti aktivitas pembakaran hutan dan illegal loging. Di samping itu, berbagai bentuk kebijakan pembangunan ekonomi yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di berbagai belahan dunia juga tidak jarang harus mengorbankan kelestarian hutan. Di sisi lain, degradasi hutan juga diakibatkan oleh pembukaan kawasan hutan untuk lahan pertanian dan pemukiman penduduk sebagai akibat populasi manusia yang terus meningkat juga masih terjadi
Di samping itu, isu global mengenai adanya perubahan iklim global juga dinilai memiliki kaitan erat dengan aspek kelestarian hutan. Perubahan iklim global tersebut menimbulkan suatu tantangan yang sangat rumit bagi kemanusiaan dan berdampak pada pola-pola kerentanan dan bahaya. Terkait dengan perubahan iklim global ini, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) (dalam Pambudy, 2011) menyatakan bahwa 65 persen kejadian bencana di Indonesia merupakan bencana hidrometeorologi, yaitu berhubungan dengan curah hujan dan iklim, berupa banjir, longsor, angin topan, serta pasang dan gelombang laut. Namun, kerusakan hutan pada umumnya terjadi karena ulah manusia, antara lain, karena penebangan pohon secara besar-besaran, kebakaran hutan, dan praktik peladangan berpindah. Kerugian yang ditimbulkan dari kerusakan hutan, misalnya punahnya habitat hewan dan tumbuhan, keringnya mata air, serta dapat menimbulkan bahaya banjir dan tanah longsor.
Berbeda dengan perilaku manusia yang sering kali mengeksploitasi hutan dan sumber daya yang terkandung di dalamnya dengan tanpa memperhatikan daya dukung dan keberlanjutannya, di sisi lain masih terdapat masyarakat-masyarakat tradisional dengan kearifan lokalnya yang dinilai mampu memanfaatkan dan mengelola lingkungan hutan secara arif dan berkelanjutan.
Desa Adat Tenganan Pegeringsingan merupakan sebuah desa yang sulit untuk tersentuh efek globalisasi. Bahkan pendidikan saja baru dalam waktu belakangan ini bisa diterima masuk oleh masyarakat desa yang terletak dari pusat kota Bali ini. Banyaknya hal menarik dari Desa Adat Tenganan Pegeringsingan ini mulai dari letak geografisnya, dan adat istiadatnya terutama cara mereka mengelola sumber daya alam yang berada di wilayahnya menjadi salah satu alasan untuk menuangkannya dalam bentuk tulisan. Berbagai hal lainnya yang ada di Desa Adat Tenganan Pegeringsingan melahirkan banyak pertanyaan dan keinginan untuk mengkaji lebih dalam tentang Desa Adat Tenganan Pegeringsingan. Oleh karena itu penulis tertarik untuk menyusun Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Pengelolaan Sumber Daya Alam Hayati Di Desa Adat Tenganan Bali”.




B.    RUMUSAN MASALAH
1.     Bagaimana pengelolaan hutan berdasarkan adat istiadat di Desa Tenganan?
2.     Bagaimana masyarakat Desa Tenganan menjaga flora dan fauna yang berada di desa tersebut?

C.    TUJUAN PENULISAN
1.     Untuk mengetahui pengelolaan hutan di Desa Tenganan berdasarkan adat istiadatnya.
2.     Untuk mengetahui cara masyarakat Desa Tenganan menjaga flora dan fauna yang berada di desa tersebut.


BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A.    DASAR TEORI
Dharmika (1992) menyatakan bahwa kelestarian lingkungan di desa adat Tenganan Pegringsingan dapat dipertahankan sampai sekarang karena potensi sosial budaya yang mereka miliki. Potensi budaya terlihat dalam kepercayaan tentang dunia Buana Agung dan Buana Alit di mana hubungan diantara dunia ini harus selalu dijaga, kepercayaan tentang adanya penjaga hutan (Lelipi Selahan Bukit) dan adanya aturan-aturan adat (awig-awig) dengan sanksi-sanksi yang tegas dan nyata. Suryadarma (tanpa tahun) menyatakan bahwa masyarakat Adat Desa Tenganan merupakan satu kelompok yang memiliki keunikan tradisi perlindungan hutan. Keunikannya bertumpu pada kesederhanaan struktur kelembagaan dan kekuatan memegang komitmen dan bertanggung jawab atas segala tindakannya. Perlindungan kawasan hutan sebagai bentuk penghormatan terhadap pelindung alam dan kemanusiaan.
Nurjaya (2009) menyatakan bahwa temuan dari penelitian-penelitian antropologis mengenai pengelolaan sumber daya hutan oleh masyarakat lokal di negara-negara Asia dan Amerika Latin membuktikan bahwa masyarakat asli (indigenous people) memiliki kapasitas budaya, sistem pengetahuan dan teknologi, religi, tradisi, serta modal sosial seperti etika dan kearifan lingkungan, norma-norma dan institusi hukum untuk mengelola sumber daya alam secara bijaksana dan berkelanjutan. Salah satu contoh dari masyarakat tersebut adalah masyarakat di desa adat Tenganan Pegringsingan yang berada di Kecamatan Maggis, Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali.

Susilo (2009: 35) menyatakan bahwa seperti banyak diungkapkan penganut struktural, mitos memiliki banyak fungsi demi menciptakan tertib sosial, baik fungsi psikologis, maupun fungsi sosial. Dari fungsi psikologis, mitos mampu mengurangi kecemasan-kecemasan, sedangkan fungsi sosial ia mampu menumbuhkan solidaritas kolektif, identitas kolektif, keharmonisan komunal, dan stabilitas kultural.
Dharmika (1992) menjelaskan awig-awig adalah suatu bentuk hukum tertulis yang memuat seperangkat kaedah-kaedah sebagai pedoman bertingkah laku dalam masyarakat dan disertai dengan sanksi-sanksi yang dilaksanakan secara tegas dan nyata. Awig-awig masyarakat desa adat Tenganan Pegringsingan, termasuk yang mengatur hubungan manusia dengan lingkungan sampai saat ini masih ditaati oleh masyarakat desa adat tersebut. Hal ini tidak terlepas dari ketatnya penerapan dari awig-awig tersebut, di mana dalam penerapannya tidak pandang bulu dan bagi yang melanggar akan dikenai sanksi yang berat.
Sementara itu, Dharmika (1992) menjabarkan bahwa awig-awig desa adat Tenganan Pegringsingan antara lain menetapkan penebangan pohon-pohon harus seizin desa. Penebangan itu pun hanya boleh dilakukan terhadap pohon yang telah berumur serendah-rendahnya 40 tahun. Izin penebangan baru diberikan atas permintaan, dan setelah diadakan penelitian terhadap jenis pohon yang akan ditebang.
Purba (2006) bahwa manusia secara aktif mengolah sumber daya alam dan mengelola lingkungan sesuai dengan resep-resep budaya yang merupakan himpunan abstraksi pengalaman mereka dalam menghadapi tantangan, hal itulah yang menyebabkan dewasa ini berkembang berbagai macam pola adaptasi manusia terhadap lingkungannya yang kadang-kadang tidak mudah dimengerti oleh pihak ketiga yang mempunyai latar belakang sosial dan kebudayaan yang berbeda.
Purba (2006) menyatakan bahwa kearifan lingkungan (ecological wisdom) merupakan pengetahuan yang diperoleh dari abstraksi pengalaman adaptasi aktif terhadap lingkungannya yang khas.
Sementara itu, Prof. Suwardi, MS (dalam Purba, 2006) menyatakan kearifan lingkungan sebagai aktivitas dan proses berfikir, bertindak dan bersikap secara arif dan bijaksana dalam mengamati, memanfaatkan dan mengolah alam sebagai suatu lingkungan hidup dan kehidupan manusia secara timbal balik. Kesuksesan kearifan lingkungan itu biasanya ditandai dengan produktivitas, sustainabilitas dan equitablitas (Atapuah dalam Purba, 2006).

Affeltranger (2007: 10) menyatakan meskipun tidak tepat, metode-metode seperti itu menunjukkan adanya kesadaran tentang potensi risiko yang telah membuat orang mempertimbangkan tindakan alternatif untuk melindungi penghidupan mereka.

B.    HIPOTESIS PENULISAN
Pengelolaan hutan di Desa Adat Tenganan berdasarkan aturan adat yang sangat mengikat merupakan wujud dari kearifan lokal dalam menjaga flora dan fauna dengan mengandalkan corak berpikir tradisional dalam kehidupan sehari-hari.


BAB III
PEMBAHASAN HASIL
A.    DESKRIPSI OBJEK
Tenganan adalah desa yang mempunyai keunikan sendiri di Bali, desa yang terletak cukup terpencil dan terletak di Kabupaten Karangasem Bali. Tenganan, demikian nama desa itu, atau biasa disebut Bali Aga. Untuk mencapai desa ini melalui jalan darat dan berjarak sekitar 60 km dari pusat kota Denpasar Bali. Desa tenganan mempunyai luas area sekitar 1.500 hektar. Penduduk Desa Adat Tenganan bermata pencaharian sebagai petani. Dalam hal ini adalah petani pemilik bukan sekedar petani penggarap. Luas daerah dari desa terdiri dari 8 % pemukiman, 22 % sawah, dan sisanya 70 % lahan kering dan instruktur desa. Seluruh tanah tersebut adalah milik desa adat meskipun atas nama individu atau kelompok. Awig-awig desa mengatur tentang pengelolaan tanah di desa tersebut dan orang Tenganan Pegringsingan tidak boleh menjual atau menggadaikan tanah kepada orang luar. Tak mengherankan, luas wilayah Tenganan Pegringsingan sejak abad ke-11 hingga sekarang tetap sama. Sebagaimana disampaikan oleh I Putu Suwarjono sebagai Kepala Desa yang menjabat saat ini. Dari jumlah demikian maka setiap warga Desa Tenganan memiliki harta 1,5 ha. Di desa Tenganan data penduduk terdapat 210 kk, 664 penduduk dan 2822 jiwa. Desa Adat Tenganan Pegringsingan sebuah desa dari masa Bali Kuno atau Bali Aga, yaitu sistem sosial budaya dari masa sebelum masa Majapahit yang dikenal dengan Bali Arya adalah sebuah desa yang berlokasi di suatu lembah yang memanjang dari Selatan sampai Utara di antara Bukit Kangin dan Bukit Kauh di Kecamatan Manggis, Kabupaten Karang Asem.
Masyarakat yang tinggal di Desa Tenganan ini adalah suku asli Bali yang tetap mempertahankan pola hidup tradisional sampai saat ini. Ketaatan masyarakat pada aturan tradisional desa yang diwariskan nenek moyang mereka secara turun temurun menjadi sebuah benteng kokoh dari pengaruh luar. Desa ini sangat tradisional karena dapat bertahan dari arus perubahan jaman yang sangat cepat dari teknologi. Walaupun sarana dan prasarana seperti listrik dll masuk ke Desa Tenganan ini, tetapi rumah dan   adat tetap dipertahankan seperti aslinya yang tetap eksotik. Ini dikarenakan Masyarakat Tenganan mempunyai peraturan adat desa yang sangat kuat, yang mereka sebut dengan awig-awig yang sudah mereka tulis sejak abad 11 dan sudah diperbaharui pada Tahun 1842. Desa tenganan mempunyai luas area sekitar 1.500 hektar, ketika tempat wisata – wisata yang lain dibali berkembang pesat seperti Pantai Kuta, Pantai Amed, yang sangat meriah dengan kehadiran Hotel, Pantai, Café, dan kehidupan malamnya.
Desa Adat Tenganan adalah sebuah desa yang dikenal internasional namun kurang dikenal di nasional. Hal tersebut karena niat keras dari masyarakatbya secara turun temurun untuk menjaga kelestarian di Desa Adat Tenganan. Ternyata hal itu membuat Desa Adat Tenganan dikenal PBB dan menjadi salah satu tujuan wisata lokal maupun luar negeri. Namun ternyata ada bagian yang tidak bisa bertahan lama dari Desa Adat Tenganan. Sebuah ayunan yang menjadi simbol kenyamanan dan keseimbangan saat ini sudah rusak dan tidak bisa dipakai lagi.
Desa Tenganan tetap saja berdiri kokoh tidak peduli dengan perubahan jaman dengan tetap bertahan dengan tiga balai desanya yang kusam dan rumah adat yang berderet yang sama persis satu dengan lainnya. Dan tidak hanya itu didesa ini keturunan juga dipertahankan dengan perkawinan antar sesama warga desa. Oleh karena itu Desa Tenganan tetap tradisional dan eksotik, walaupun masyarakat Tenganan menerima masukan dari dunia luar tetapi tetap saja tidak akan cepat berubah, karena peraturan desa adat /awig-awig mempunyai peranan yang sangat penting terhadap masyarakat Desa Tenganan. Peraturan lain yang cukup ketat adalah mengenai pengambilan hasil bumi milik pribadi. “Pohon yang ada di wilayah Tenganan Pegringsingan tidak boleh ditebang secara sembarangan, terutama pohon nangka, kemiri, cempaka, tehep, pangi, dan durian walaupun di atas tanah milik pribadi,” ujar Sadra, mantan kepala Desa Tenganan Pegringsingan. Kalau ada izin penebangan kayu, desa adat akan mengirimkan utusan untuk memeriksa pohon yang akan ditebang. “Jika yang memeriksa kayu mengatakan kayu tersebut sudah mati, baru boleh ditebang,” sambungnya. Beberapa jenis buah, seperti durian, tehep, pangi, dan kemiri tidak boleh dipetik dan harus dibiarkan matang di pohon sampai jatuh dengan sendirinya. Siapa pun yang menemukan buah yang jatuh tersebut, berhak menjadi pemiliknya.
Konsep kehidupan berkelanjutan telah dimiliki orang Tenganan Pegringsingan sejak dulu. Ibarat lambang Swastika di Bali, konsep desa itu seakan berpesan kepada keturunannya agar terus menjaga keseimbangan hidup sehingga kehidupan ini bisa senantiasa berlanjut. Tak ingin berhenti sampai di situ, desa penerima anugerah Kalpataru pada tahun 1989 ini terus berupaya melakukan upaya pelestarian lingkungan yang berkesinambungan.

B.    ANALISIS DATA
Keberadaan hutan sesungguhnya sangat menguntungkan bagi kelangsungan hidup manusia. Hutan yang sering disebut sebagai paru-paru dunia memiliki fungsi-fungsi antara lain sebagai penyimpan cadangan air bersih, mencegah dan membatasi banjir, mencegah erosi, memelihara kesuburan tanah, menghasilkan oksigen dan mengurangi polusi udara, menjaga kestabilan iklim, serta fungsi-fungsi lainnya yang berguna bagi kelangsungan hidup manusia. Namun dewasa ini, aktivitas-aktivitas eksploitasi hutan dan sumber daya hutan yang dilakukan manusia dengan tanpa mempetimbangkan daya dukung dan keberlanjutan lingkungan hutan telah menyebabkan terganggunya fungsi-fungsi tersebut.
Kearifan lokal masyarakat desa adat Tenganan Pegringsingan dalam pelestarian lingkungan hutan tersusun atas nilai-nilai, norma, hukum-hukum dan pengetahuan yang dibentuk oleh ajaran agama, kepercayaan-kepercayaan, tata nilai tradisional dan pengalaman-pengalaman yang diwariskan oleh leluhur yang akhirnya membentuk sistem pengetahuan lokal yang digunakan oleh masyarakat untuk memanfaatkan, mengelola, serta menjaga hutan dan sumber daya yang terkandung di dalamnya agar tetap lestari. Hal ini dikarenakan masyarakat sadar bahwa keberadaannya sangat bergantung pada hutan di sekitar tempat tinggalnya.
Masyarakat desa adat Tenganan Pegringsingan juga memiliki awig-awig  yang mengatur tatanan kehidupan masyarakat desa adat Tenganan Pegringsingan, termasuk pula dalam hubungannya dengan lingkungan hutan. Awig-awig masyarakat desa adat Tenganan Pegringsingan, termasuk yang mengatur hubungan manusia dengan lingkungan sampai saat ini masih ditaati oleh masyarakat desa adat tersebut. Hal ini tidak terlepas dari ketatnya penerapan dari awig-awig tersebut, di mana dalam penerapannya tidak pandang bulu dan bagi yang melanggar akan dikenai sanksi yang berat. Sanksi-sanksi tersebut dapat berupa antara lain:
1.      Dosen, yaitu peringatan, denda, dan melaukan tugas yang diperintahkan desa seperti mencari ijuk atau mengumpulkan batu kali untuk desa. Di samping itu, si pelanggar juga diharuskan meminta maaf di Bale Agung pada waktu diadakan rapat rutin setiap malam;
2.     Sikang, yaitu si pelanggar dilarang masuk ke rumah-rumah tetangga, ke kuil-kuil desa, dan dilarang naik ke Bale Agung;
3.     Penging, yaitu selain dilarang masuk ke rumah-rumah tetangga, si pelanggar juga dilarang keras berjalan di depan kuil-kuil desa di Bale Agung;
4.     Sapasumada, yaitu si pelanggar tidak boleh disapa atau tidak boleh diajak bicara. Kalau dia bertanya kepada orang lain, maka hanya boleh dijawab satu kali saja. Seseorang yang menjawab lebih dari satu kali, dapat dijatuhi sanksi dosen;
5.     Kesah, yaitu si pelanggar dikeluarkan dari desa adat dan diusir dari wilayah desa.
Adanya awig-awig yang disertai sanksi tegas dan nyata bagi pelanggarnya ini turut berkontribusi terhadap kelestarian hutan di sekitar desa adat Tenganan Pegringsingan. Kondisi ini sekaligus menyebabkan kerentanan penduduk terhadap bencana menjadi rendah, mengingat letak desa adat Tenganan Pegringsingan yang berada di lembah yang dikepung oleh tiga bukit, sudah tentu sangat rentan terhadap terhadap bencana, seperti bencana tanah longsor, kekeringan, atau banjir.
Aturan-aturan adat tentang pemanfaatan lingkungan, termasuk dalam pemanfaatan dan pengelolaan hutan dan sumber daya hutan yang bersumber pada awig-awig desa adat Tenganan Pegringsingan antara lain:
1.     tidak boleh menebang pohon dengan sekehendak hati, tidak boleh menebang pohon yang masih hidup. Pelanggaran terhadap aturan ini akan dikenakan sanksi berupa denda uang sebesar 400 kepeng, dan kayu yang ditebang di sita oleh desa adat Tenganan Pegringsingan;
2.      pohon boleh ditebang untuk keperluan bangunan atau untuk kayu api setelah pohon tersebut mati;
3.     untuk pohon yang sudah mati, jika ingin dipotong harus dilaporkan kepada desa adat untuk kemudian diperiksa kebenarannya;
4.     jenis pepohonan yang dilarang untuk ditebang misalnya kemiri, tehep, durian, cempaka, enau, pangi dan nangka, dilarang ditebang jika pepohonan tersebut masih hidup;
5.      dengan alasan tertentu, misalnya karena menghalangi tumbuhnya pohon lain, pohon-pohon yang terlarang tersebut boleh ditebang setelah mendapat izin dari krama adat;
6.     penebangan pohon yang masih hidup pada tanah sendiri boleh dilakukan untuk keperluan bahan bangunan bagi keluarga yang baru menikah. Hal ini disebut dengan tumapung. Penebangan boleh dilakukan dengan persetujuan desa adat;
7.     penebangan pohon untuk keperluan desa seperti untuk memperbaiki pura, boleh dilakukan dengan pertimbangan karma adat tanpa mempertimbangkan kondisi tumbuhan dan kepemilikannya (rampagan);
8.     buah-buahan tidak boleh dipetik dari pohonnya. Buahnya hanya boleh diambil jika sudah jatuh dari pohonnya. Hal ini berlaku baik pohon buah tersebut terletak dalam tanah pribadi maupun tanah desa; bagi yang melanggar dikenakan denda 25 kg beras ditambah harga dari buah yang dipetik. Denda tersebut 50% diserahkan ke desa adat, dan 50% diberikan ke pelapor yang identitasnya dirahasiakan;
9.     tidak boleh menjual atau menggadaikan tanah ke luar. Bagi yang melanggar, tanah tersebut akan disita oleh desa adat.
Awig-awig desa adat Tenganan Pegringsingan juga menetapkan bahwa penebangan pohon-pohon harus seizin desa. Penebangan itu pun hanya boleh dilakukan terhadap pohon yang telah berumur serendah-rendahnya 40 tahun. Izin penebangan baru diberikan atas permintaan, dan setelah diadakan penelitian terhadap jenis pohon yang akan ditebang. Pelanggaran terhadap ketentuan itu akan dikenakan sanksi bertingkat, mulai dari larangan masuk rumah tetangganya selama satu bulan ditambah denda, sampai dikeluarkan dari desa. Awig-awig tersebut juga mengatur tanaman apa yang tidak bisa ditanam, pohon apa yang tidak boleh ditebang, buah apa yang tidak bisa dipetik langsung dari pohonnya melainkan hanya bisa diambil setelah jatuh dengan sendirinya ke tanah, bagaimana cara memungut hasil bumi di wilayah desa Tenganan, bagaimana cara pemeliharaan hewan dan melepas hewan, bagaimana seandainya ada yang mencuri memetik buah atau menebang pohon larangan dan sebagainya.

BAB IV
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Dari semua yang telah dipaparkan di atas terkait kearifan lokal masyarakat desa adat Tenganan Pegringsingan, maka dapat dinilai bahwa sesungguhnya masyarakat desa adat tersebut telah melakukan tindakan preventif, yaitu upaya-upaya yang mengutamakan pengurangan risiko bencana, melalui tindakan-tindakan pelestarian lingkungan hutan dan sumber daya yang terkandung di dalamnya. Sekalipun mereka masih mengandalkan pada corak berfikir tradisional, namun mereka sangat menghormati alam lewat kearifan-kearifan ekologis yang tidak lebih sebagai hidup yang mereka geluti sehari-hari. Terkait dengan corak berfikir tradisional dalam masyarakat terkait dengan pengurangan risiko bencana. Masyarakat di desa adat Tenganan mempunyai awig-awig yang telah mampu menata tindakan-tindakan dan tingkah laku berinteraksi antara manusia dan lingkungan alam, termasuk juga menata tindakan-tindakan dan tingkah laku masyarakat desa adat Tenganan Pegringsingan dalam memanfaatkan dan mengelola hutan serta sumber daya yang terkandung di dalamnya.

B.    SARAN
Segala bagian positif yang ada di Desa Adat Tenganan bisa menjadi bahan perbandingan dengan keadaan Indonesia saat ini. Pelestarian alam Tenganan yang begitu dijaga menjadi solusi atas masalah bencana alam dan ilegal loging yang terjadi di Indonesia. Konstitusi bisa menjadi bukti bahwa hukum adat di Indonesia lebih diterima di mata masyarakat. Perhatian pemerintah juga harus lebih ditingkatkan. Fakta di Tenganan menunjukkan tingginya perhatian pemerintah terhadap masyarakatnya akan memberikan tingginya kesadaran dan ketaatan masyarakat terhadap hukum positif. Atas segala sesuatu yang telah dijabarkan panjang lebar. Maka yang menjadi tujuan dan esensi utama Karya Tulis Ilmiah ini adalah Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Desa Adat Tenganan yang dapat menjadi bahan studi banding atas keadaan Indonesia saat ini.
Dan apabila dalam penyusunan laporan Karya Tulis Ilmiah di Desa Adat Tenganan ini banyak kekurangan dan kesalahan, kami selaku penulis mohon saran dan bimbingannya agar dalam penyusunan yang akan datang bisa lebih baik dan lengkap.



DAFTAR PUSTAKA
Affeltranger, B. 2007. Hidup akrab dengan bencana: Sebuah tinjauan global tentang inisiatif-inisiatif pengurangan bencana. Jakarta: MPBI.
Dharmika, I. A. 1992. Awig-awig desa adat Tenganan Pegringsingan dan kelestarian lingkungan: Sebuah kajian tentang tradisi dan perubahan. Tesis (tidak diterbitkan). Universitas Indonesia. Tersedia pada www.lontar.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=81933.
Nurjaya, I N. 2009. Menuju pengakuan kearifan lokal dalam pengelolaan sumber daya alam: Perspektif antropologi hukum. Kertha Wicaksana, 15(2): 102-109. Tersedia pada isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/15209102109. pdf.
Purba, J. 2009. Bunga rampai kearifan lingkungan. Kementerian Negara Lingkungan Hidup.
Susilo, R. K. D. 2009. Sosiologi lingkungan. Jakarta: Rajawali Pers.


GAMBAR














                                                            



INSTRUMEN OUTDOOR LEARNING DI BALI
MATA PELAJARAN : KIMIA
TAHUN PELAJARAN 2013/1014
Pertanyaan :
1.     Sebutkan bahan dasar produk dari industri yang siswa kunjungi!
2.     Klasifikasikan bahan dasar produk tersebut ke dalam kelumpok unsur, senyawa atau campuran!
3.     Sebutkan bahan aditif yang digunakan dan manfaat penambahan pada kualitas produk!
4.     Sebutkan dampak pemakaian bahan aditif terhadap lingkungan!
5.     Jelaskan proses pembuatan produk dengan reaksi kimia!
6.     Limbah apa yang dihasilkan dari proses pembuatan produk?
7.     Bagaimana industri mengolah limbah yang dihasilkan?

Jawab :
1.     Semi katun PG lakosa.
2.     Campuran.
3.     Bahan pada sablon yaitu zat pewarna yang efeknya untuk memperindah suatu produk.
4.     Pencemaran lingkungan
5.     Sablon.
6.     Kain dan sisa zat pewarna sablon.
7.     Kainnya dijual kepada pengrajin agar dapat didaur ulang menjadi barang yang berguna dan sisa zat sablon diproses dan digunakan lagi untuk penyablonan lagi.


INSTRUMEN OUTDOOR LEARNING MAPEL BIOLOGI
TUJUAN : BALI
1.     Analisislah menu makanan yang dikonsumsi selama kegiatan outdoor learning dengan mengisi tabel di bawah ini!

NO
HARI/TGL
JADWAL MAKAN/ JENIS MAKANAN
SUMBER BAHAN MAKANAN
GRAM/KALORI
1.
Senin,
6 Januari 2014
Makan pagi + snack






Makan siang + snack






Makan malam + snack

Karbohidrat: arem-arem, roti
Protein: kacang
Lemak: pastel
Vitamin:
Mineral: air mineral

Karbohidrat: nasi
Protein: ayam goreng, sop
Lemak: ayam goreng, kerupuk
Vitamin: semangka
Mineral: teh

Karbohidrat: nasi, mie
Protein: sop
Lemak: ayam goreng
Vitamin: semangka
Mineral: teh

150 kal

97 kal
302 kal



175 kal
115 kal

310 kal




200 kal

110 kal
160 kal



Selasa,
7 Januari 2014
Makan pagi + snack






Makan siang + snack





Makan malam + snack

Karbohidrat: nasi
Protein: ayam
Lemak: ayam semur, soto
Vitamin: semangka
Mineral: teh

Karbohidrat: nasi
Protein: sop sayur
Lemak: ayam goreng
Vitamin:
Mineral: air mineral

Karbohidrat: nasi, mie
Protein: ikan
Lemak: mie goreng
Vitamin:
Mineral: teh

175 kal
145 kal
150 kal




175 kal
110 kal
160 kal




200 kal

120 kal
150 kal




Rabu,
8 Januari 2014
Makan pagi + snack






Makan siang + snack






Makan malam + snack

Karbohidrat: nasi
Protein: tempe
Lemak: ayam goreng
Vitamin:
Mineral: teh

Karbohidrat: nasi
Protein: sayur
Lemak: ayam goreng
Vitamin: semangka
Mineral: air mineral, teh

Karbohidrat: nasi
Protein: tempe
Lemak: ayam bakar
Vitamin: semangka
Mineral: teh

175 kal
64 kal
200 kal




175 kal
89 kal
93 kal





175 kal
80 kal
200 kal

Kamis,
9 Januari 2014
Makan pagi + snack







Makan siang + snack





Makan malam + snack

Karbohidrat: nasi pecel
Protein: telur, tempe
Lemak:
Vitamin:
Mineral: teh

Karbohidrat: nasi
Protein: tahu
Lemak: nugget ayam, mie goreng
Vitamin: semangka
Mineral: teh

Karbohidrat: nasi
Protein: mie bihun
Lemak:ayam goreng
Vitamin: sayur
Mineral: teh

200 kal

350 kal





175 kal
100 kal
400 kal




175 kal
150 kal
200 kal

120 kal

Jum’at,
10 Januari 2014




Catatan :
o   1 gram karbohidrat mengandung 4,1 kalori
o   1 gram protein mengandung 4,1 kalori
o   1 gram lemak mengandung 9,3 kalori
Pertanyaan :
a.     Sumber bahan makanan apa saja yang dikonsumsi selama kegiatan outdoor learning? Uraikan!
b.     Dari hasil analisis perhitungan kisaran jumlah kalori yang terkandung dalam makanan yang dikonsumsi apakah sudah memenuhi kecukupan kalori yang dibutuhkan tubuh?
c.     Kendala-kendala apa sajakah yang dihadapi berkaitan dengan kebutuhan makan selama kegiatan outdoor learning? Bagaimana menurut pendapatmu?
Jawab :
a.     Bahan makanan yang dikonsumsi selama outdoor learning adalah
1)    karbohidrat yang diperoleh dari arem-arem, roti dan nasi,
2)    protein yang diperoleh dari kacang, ayam, tahu, telur, tempe, sayur sop, mie bihun dan ikan,
3)    lemak yang diperoleh dari patel, kerupuk, ayam semur, soto, ayam goreng, ayam bakar, mie goreng, nugget ayam,
4)    vitamin yang diperoleh dari sayuran dan semangka,
5)    mineral yang diperoleh dari teh dan air mineral.
b.     Dari hasil analisis perhitungan kisaran jumlah kalori yang terkandung dalam makanan yang dikonsumsi sudah memenuhi kecukupan kalori yang dibutuhkan tubuh, justru lebih kalori karena dari nutrisi yang didapat dari makanan yang telah dikonsumsi, banyak makanan yang mengandung lemak dan kalori yang besar seperti ayam, telur, dan makanan yang digoreng lainnya. Justru dari semua makanan yang dikonsumsi sangat kurang kandungan seratnya bagi tubuh kita, seperti sayuran dan buah.

c.     Kendala-kendala yang dihadapi berkaitan dengan kebutuhan makan selama kegiatan outdoor learning adalah kurangnya memperhatikan kebersihan makanan di sebagian tempat.








2.     Lengkapi tabel di bawah ini tentang deskripsi objek yang dikunjungi :
NO
NAMA OBJEK/ LOKASI
DESKRIPSI OBJEK
LINGKUNGAN ABIOTIK
LINGKUNGAN BIOTIK
Hewan
Tumbuhan
1.

PANTAI TANJUNG BENOA
Merupakan pusatnya wisata air di Bali. Lokasinya bertetanggaan dengan kawasan wisata Nusa dua dan mempunyai daya tarik yang unik.

Air
Batu
Pasir
Anjing 2
Penyu <20
Burung 1
k    kelapa<10
k    kamboja<5
ba  bakau=banyak

2.
PANTAI KUTA
Terletak di sebelah selatan Denpasar, tepatnya di Kabupaten Badung. Daerah ini merupakan sebuah tujuan wisata turis mancanegara dan telah menjadi onjek wisata andalan Pulau Bali sejak awal 70-an, dan sering disebut sebagai pantai matahari terbenam (sunset beach) atau sebagai lawan dari Pantai Sanur.
Pasir
Air
Kepiting >2
Kerang >5

Kelapa<10
Ketapang<5
3.
PANTAI SANUR
Terletak persis di sebelah timur kota Denpasar/ kotamadya Denpasar. Memiliki ombak yang cukup tenang. Dan dikenal sebagai pantai matahari tebit (sunrise beach) sebagai lawan dari Pantai Kuta.
Air
Batu
Pasir

Anjing 2
Kucing 3
Kamboja<10
Kelapa<10

4.
PURA SANGEH
Terletak 20km di sebelah utara Denpasar, di seberang jalan menuju Palaga.
Batu
Tanah
Banyak kera
Hutan pohon pala
5.
DANAU BEDUGUL
Terletak di Desa Candi Kuning, Kecamatan Baturiti, Tabanan. Jaraknya sekitar 70km dari wilayah wisata Kuta/ Bandara Ngurah Rai.
Air
Batu

Adanya Kebun Raya Bedugul yang terdapat berbagai jenis tanaman buah-buahan dan sayur mayur yang tumbuh begitu subur.

      Dari objek yang dikunjungi apakah perusahaan tersebut menghasilkan limbah? Jika ya, jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut :
a.     Limbah apakah yang dihasilkan (padat, cair, gas)?
b.     Sebutkan macam-macam limbah yang dihasilkan?
c.     Apakah limbah yang dihasilkan sudah dikelola dengan baik? Bagaimana penanganannya?
d.     Apakah limbah yang dihasilkan dapat dimanfaatkan kembali? Jelaskan!

Jawab :
a.     Limbah yang dihasilkan berupa padat.
b.     Limbah yang dihasilkan adalah kain perca dan sisa zat pewarna sablon.
c.     Limbah tersebut sudah diambil dengan pihak lain dan dikelola dengan baik, kain dikelola oleh pengrajin untuk didaur ulang sedangkan sisa zat sablon diproses dan digunakan oleh pabrik dan digunakan untuk penyablonan lagi.
d.     Limbah yang dihasilkan dapat dimanfaatkan kembali, kain perca dapat di daur ulang oleh pengrajin untuk membuat kerajinan seperti  kain lap, tas, dll.

INSTRUMEN OUTOOR LEARNING
Mapel : FISIKA                                                                            Tujuan OL : Bali
Nama/Kelas :                                                                                Tahun :2013/2014

A.    PERTANYAAN
1.     Saat mengikuti outdoor learning ceritakanlah hal-hal yang berkaitan dengan Fisika, yaitu :
a.     Ketika perjalanan berangkat/pulang
b.     Ketika kunjungan di lokasi perusahaan/pabrik
2.     Apakah ketika kunjungan di pabrik/perusahaan ada peristiwa yang berkaitan dengan :
a.     Gerak lurus, yaitu
b.     Gerak melingkar yaitu
c.     Perubahan energi dan usaha, yaitu
d.     Perubahan suhu, yaitu

B.    JAWABAN
1.     Ketika mengikuti OL hal-hal yang berkaitan dengan Fisika adalah :
a.     Saat berangkat/pulang
1)    Bus melaju lurus di jalan dengan kelajuan tetap,
2)    mobil di jalan raya dengan kecepatan tetap stabil di dalam perjalanan,
3)    mobil yang bergerak di jalan lurus mulai dari berhenti,
4)    kendaraan yang bergerak lurus dengan kelajuan tetap hingga berhenti di rambu lalu lintas,
5)    kapal bergerak lurus saat berjalan dengan kelajuan tetap,
6)    gerak melingkar pada roda bus yang mempengaruhi kecepatan bus,
7)    gaya gesek roda bus dengan aspal,
8)    tegangan pada jembatan penyeberangan di pelabuhan,
9)    tekanan kapal pada laut dan kecepatan melaju kapal.

b.     Ketika di lokasi perusahaan/pabrik
1)    Mesin sablon yang bergerak melingkar,
2)    gerak melingkar pada mesin jahit,
3)    usaha dan daya listrik.

2.     Saat kunjungan di perusahaan/pabrik Konveksi Krisna, maka:
a.     Peristiwa yang berkaitan dengan gerak lurus adalah
1)    Mesin jahit manual yang merubah daya gerak lurus menjadi gerak putar.
b.     Peristiwa yang berkaitan dengan gerak melingkar adalah
1)    Mesin sablon yang bergerak melingkar
2)    Gerak melingkar pada mesin jahit
c.     Peristiwa yang berkaitan dengan perubahan energi dan usaha adalah
1)    Pada para karyawan yang sedang menjahit,
2)    para karyawan yang sedang melipat, dan
3)    para karyawan yang sedang mengepack baju.
d.     Peristiwa yang berkaitan dengan perubahan suhu adalah
1)    Pengeringan hasil sablon agar sablon menjadi kering (di tempatkan di suhu yang lebih panas dibanding saat disablon).


INSTRUMEN OUTDOOR LEARNING KE BALI
MATA PELAJARAN SEJARAH
TAHUN 2013/2014
                       
ISTANA TAMPAK SIRING (TIRTO EMPUL)

1.     Sebutkan identitas obyek
a.     Nama                                                : Tirto Empul
b.     Jelaskan arti yang terkandung pada nama tersebut   : secara etimologi Tirta Empul artinya air yang menyembur keluar dari tanah. Maka Tirta Empul artinya adalah air suci yang menyembur keluar dari tanah. 
c.     Kapan dibangun dan siapa saja yang berperan dalam pembangunan Tampak Siring atau Tirto Empul
Istana Tampak Siring yang mulai dibangun mulai Tahun 1957 selesai 1963 dengan pemrakarsanya adalah Presiden RI pertama Ir. Soekarno. Kecintaan Bung Karno kepada pesanggrahan Tampaksiring membuat Raja Gianyar kemudian menyerahkan lahan pesanggrahan itu kepada negara. Pada 1955, Presiden Soekarno memerintahkan arsitek R.M. Soedarsono membuat rancang-bangun untuk Istana Kepresidenan di sana.
Pembangunan Istana Tampaksiring dipersiapkan pada 1956 oleh Jawatan Pekerjaan Umum. Soedarsono sendiri adalah seorang arsitek di jawatan itu. Bangunan Wisma Merdeka mulai didirikan pada 1957 - di atas lahan pesanggrahan Raja Gianyar yang dirobohkan - di bawah pengawasan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Seksi Gianyar, Tjokorda Gde Raka

2.     Jelaskan tujuan pembangunan dan adakah kaitannya dengan suatu kejadian peristiwa sejarah! Keunikan dari pura ini ada pada Jaba Tengah terdapat 33 buah aliran pancoran namun sekarang tinggal hanya 31 pancuran, yang berderet menghadap ke barat sejumlah 7 buah tetapi tinggal 5 buah yang dialiri air suci yang mana peruntukan pancuran ini adalah untuk meningkatkan aura kundalini yang ada pada tubuh kita. Sebelum kita menceburkan diri ke kolam kita harus menghaturkan sajen lebih dulu di tempat sajen yang telah ditentukan dengan maksud untuk permisi, bahwa kita akan memulai ritual pembersihan diri. 

Pancoran pertama dari paling barat tidak boleh digunakan karena pancoran ini hanya diperuntukan bagi tempat permandian dewa di Desa Bayung Kintamani, baru pancoran ke-2 sampai ke-10 boleh digunakan untuk menghilangkan hal-hal negatif atau membersihkan diri dengan nama-nama pancoran Penglukatan, Pebersihan dan Sudamala, sedangkan pancoran ke-11 dan ke-12 hanya diperuntukan untuk air suci upacara Pitra Yadnya bagi umat Hindu, karenanya tidak boleh digunakan untuk melukat/membersihkan diri.

Selain itu setiap umat di Bali bila melaksanakan suatu upacara yadnya, ritual terakhir pasti memohon air suci di areal Pura Tirta Empul. Setelah itu baru melanjutkan persembahyangan di bagian dalam pura. 
3.     Jelaskan ciri-ciri fisik atau arsitektur bangunan atau Istana Tampak Siring tersebut serta maknanya!
Berbeda dengan bangunan-bangunan Istana Kepresidenan yang dibangun pada masa penjajahan Belanda, Istana Tampaksiring menonjolkan ciri keindonesiaan yang hangat. Tidak ada pilar-pilar besar yang menampilkan kesan keagungan dan kekuasaan duniawi. Rancang-bangunnya sangat fungsional, menonjolkan kesederhanaan dan fungsinya sebagai wisma peristirahatan. Batu-batu alam dan batubata halus khas Bali sengaja ditonjolkan untuk menciptakan corak kedaerahan. Ukiran batu paras dan tiang-tiang kayu gaya Bali teras dipadu dalam konsep arsitekturya, bukan sebagai elemen tambahan yang ditempelkan.
Konstruksi beton digunakan untuk menerjemahkan rancang-bangun yang menuntut bentangan-bentangan lebar. Semua bahan kayu jati serta bahan-bahan bangunan lainnya - ­kecuali pasir dan batubata - didatangkan dari Jawa. Adapun elemen artistiknya - ukiran kayu dan batu-dikerjakan oleh para seniman Bali.
Bung Karno sendiri memberi banyak masukan pada rancang-bangun Istana Tampaksiring yang cirinya kemudian menjadi unsur pengikat bagi bangunan-bangunan kepresidenan yang dibangun pada masanya. Paduan wama oranye muda - versi lembut dari wama natural batubata - dan abu-abu yang dipilih Bung Karno juga merupakan elemen kesamaan yang seakan tidak lekang oleh zaman. Beberapa bangunan yang mempunyai ciri arsitektur serupa adalah rumah pribadi Bung Karno di Batutulis, Bogor; Pesanggrahan Pelabuhan Ratu; dan Wisma Dyah Bayurini di kompleks Istana Bogor.
Salah satu dari arsitektur dari bangunan-bangunan Istana karya Soedarsono adalah penggunaan pipa-pipa sebagai susuran(railing) di beberapa teras. Sekilas tampak seperti susuran ­kapal, sebetulnya pipa-pipa itu juga berfungsi sebagai saluran air.
Pembangunan Istana Tampaksiring juga mempertimbangkan kondisi sosial lingkungan sekitar. Sebelum bangunan Istana didirikan, dibuatlah sebuah pusat kesehatan masyarakat dan pos polisi di Desa Manukaya. Unit pembangkit listrik yang dibangun khusus untuk Istana pun ikut dinikmati oleh masyarakat sekitar.
Tidak hanya terlibat dalam rancang-bangun, Bung Karno yang insinyur sipil itu juga banyak ikut serta dalam pelaksanaan konstruksi. Ia beberapa kali berkunjung ke Bali untuk melihat kemajuan pembangunan Istana Tampaksiring. Misalnya, ia cepat melihat ketika sebuah papan lis sepanjang 25 meter temyata tidak lurus terpasang. Kadang-kadang ia juga melakukan sejumlah perubahan kecil terhadap rancang-bangun secara langsung di lokasi.
Bung Karno menggagas pendirian sebuah kediaman presiden di Tampaksiring karena dengan semakin eratnya perhubungan dengan dunia - Indonesia mulai menerima banyak tamu negara yang banyak pula di antaranya yang menyatakan minat untuk mengunjungi Bali.
Sang presiden memang piawai memilih tempat-tempat yang akan dipakainya sebagai rumah hunian atau rumah tetirah. Untuk menentukan lokasi tanah bagi rumah kediaman pribadinya di kawasan Batutulis, Bogor, misalnya, ia menggunakan helikopter untuk memilih hamparan tanah yang mempunyai hadapan terbaik ke arah Gunung Salak. Namun Bung Karno tidak lagi memerlukan helikopter pada saat memilih lokasi tapak di Tampaksiring itu sebagai tempat untuk membangun Istana Kepresidenan. Dalam beberapa kali kunjungannya ke Bali sebelum 1955, ia sudah sering bermalam di rumah tetirah milik Raja Gianyar di Tampaksiring. Pada masa Raja Gianyar V dan VI, pesanggrahan itu banyak dimanfaatkan oleh para tamu asing, khususnya pejabat pemerintah Hindia - Belanda. Para orang tua di desa itu masih ingat bagaimana pesanggrahan itu tiba-tiba bersinar terang dengan cahaya lampu petromaks bila Bung Karno datang ke sana. Pada masa-masa awal kunjungannya ke Tampaksiring, selain ketiadaan listrik, Bung Karno juga masih menyaksikan betapa sulitnya orang memikul air mendaki lereng terjal untuk mencukupi kebutuhan di pesanggrahan.
Bung Karno juga menyukai beberapa pura yang terlihat magis di sekitar pesanggrahan Tampaksiring. Selain Pura Tirta yang berada di Tirta Empul, persis di bawah pesanggrahan terdapat Pura Tegeh dan Pura Puca di tengah hutan di belakang Tirta Empul, serta Pura Gunung Kawi yang tidak seberapa jauh dari pesanggrahan.
Sebuah lapangan pendaratan helikopter juga dibangun di seberang Wisma Merdeka, sesuai dengan kegemaran Bung Karno menggunakan helikopter setiap kali berkunjung ke Tampaksiring.Sebagai penyayang tanaman, Bung Karno dulu selalu meminta agar beberapa staf Istana memegangi pohon-pohon bougainville yang ditanam di dekat tempat pendaratan agar tidak rusak didera angin pusaran dari baling-baling helikopter.
Sentuhan pribadi Bung Karno juga sangat kental terasa pada berbagai elemen keindahan Istana Tampaksiring. Beberapa petugas Istana masih ingat betul betapa Bung Karno sangat terlibat dalam memilih jenis pohon yang akan ditanam serta di mana tepatnya pohon itu ditempatkan. Petugas-petugas taman diminta untuk memancangkan tiang bambu di tempat sebuah pohon akan ditanam. Bung Karno mengamati letak tiang bambu itu dari berbagai penjuru. Kadang-kadang, ia memerlukan waktu beberapa hari sebelum menyetujui letak pohon baru yang akan ditanam. Sebagai seorang insinyur, ia juga selalu memperhitungkan letakan pohon berdasar proyeksi ketika nantinya tumbuh menjadi besar.
Demikian pula ketika jika akan membuat kolam, Bung Karno biasanya meminta seutas tali panjang yang dipakainya untuk membentuk garis tepi kolam yang akan dibangun. Dengan tali itu ia membentuk kolam-kolam yang hingga kini menghiasi Istana Tampaksiring. Penempatan lukisan dan patung pun tidak lepas dari campur tangan Bung Karno.

4.     Jelaskan tata ruang yang ada pada Istana Tampak Siring!
Kompleks Istana Kepresidenan Tampaksiring kini terdiri dari empat wisma satu pendopa/wantilan dan ruang konferensi.Gedung-gedung induk/utama Istana Kepresidenan Tampaksiring dibangun secara terpencar di atas lahan seluas lebih dari 19 hektar. Dua gedung utama diberi nama Wisma Merdeka dan Wisma Negara, tiga gedung utama yang lainnya diberi nama Wisma Yudhistira, Wisma Bima, pendopo/wantilsn dan gedung konferensi.
a.     Wisma Merdeka - luasnya 1.200 M2 - terdiri dari sembilan kamar Ruang Tidur I dan Ruang Tidur II Presiden, Ruang Tidur Keluarga, Ruang Tamu, Ruang Kerja, yang penataannya demikian indah, berhiaskan patung-patung serta lukisan-lukisan pilihan. Wisma Merdeka adalah bagian Istana yang merupakan hunian bagi Presiden dan keluarganya.
b.     Wisma Negara - luasnya 1.476 M2 – terdapat tujuhkamar yang terdiri dari Ruang Tamu Negara. Ruang makan, kamar. 
c.     Wisma Yudhistira terletak di sekitar tengah kompleks Istana Tampaksiring. Luasnya 1.825 M2. terdapat tujuh belas kamar dengan ruang utamanya yaitu lobi Wisma ini merupakan tempat menginap rombongan Presiden atau rombongan tamu negara yang sedang berkunjung ke Istana Tampaksiring; ruang-ruang atau kamar-kamarnya juga untuk tempat peristirahatan para petugas yang melayani Presiden beserta keluarga dan para tamu negara.
d.     Wisma Bima terletak di sebelah selatan Wisma Merdeka; luasnya 2.000 M2, rampung pada awal tahun 1963. Perabot yang berada di dalamnya tertata sesuai dengan fungsinya sebagai tempat beristirahat para pengawal serta petugas yang melayani Presiden beserta keluarga atau para tamu negara.
e.     Salah satu bangunan yang tidak sempat diselesaikan pada masa Presiden Sukarno adalah Balai Wantilan atau pendapa yang sepenuhnya dibangun mengikuti arsitektur tradisional Bali. Bangunan ini beratap ilalang kini sudah diganti sirat, dan tiang-tiangnya dari batang kelapa.

f.      Gedung Konferensi
Untuk kepentingan kegiatan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN XIV, yang diselenggarakan di Bali pada tanggal 7-8 Oktober 2003, Istana dibangun gedung baru diberi nama Graha Bung Karno oleh Megawati. Fungsinya untuk Konferensi beserta fasilitas-fasilitasnya. Gedung ini dipergunakan untuk konferensi. Namun, ruang utamanya dapat juga dipergunakan sebagai ruang resepsi dan ruangan jamuan makan malam kenegaraan.

5.     Dampak keberadaan Istana Tampak Siring bagi masyarakat Bali (Budaya, Sosial, Ekonomi)
a.     Budaya :
Keberadaan Istana Tampak Siring tidak berdampak besar bagi kebudayaan masyarakat Bali asli/ Bali Aga. Tetapi sebagian luntur akibat pengaruh dari wisatawan di luar Bali.
b.     Sosial :
Menambah erat persahabatan dengan negara lain.
c.     Ekonomi :
Akibat adanya Istana Tampak Siring perekonomian masyarakat Bali meningkat karena adanya pengunjung dari dalam negeri maupun mancanegara.





Mohon maaf jika masih ada kekurangan dalam penulisan dan isi, karena penulis juga baru dalam proses belajar. Terimakasih.


1 komentar:

  1. Bet365 Casino - Dr.MCD
    For the latest 밀양 출장마사지 casino bonuses, see our detailed review 파주 출장샵 of Bet365 충청남도 출장안마 Casino, including promotions, games, bonuses and promos. Rating: 3.4 · ‎7 의정부 출장샵 reviews 아산 출장안마

    BalasHapus